Aflatoxin
Aflatoxin adalah sejenis racun (mikotoksin) yang dikeluarkan oleh kulat Aspergillus Flavus. Selalunya kulat Aspergillus Flavus boleh tumbuh pada kacang pea, kacang tanah dan jagung yang disimpan lama. Namun demikian, ia boleh juga tumbuh pada bijirin seperti beras, gandum, barli, tepung dsbnya yang terlalu lama disimpan di tempat gelap dan lembap. Jika tuan menyimpan biji aprikot terlalu lama di tempat yang gelap lagi lembap, ada terdapat kemungkinan kulat Aspergillus Flavus tumbuh. Racun Aflatoxin tidak berwarna, berasa tawar dan stabil pada suhu tinggi (tidak musnah apabila dimasak). Justeru, anda secara tidak sedar telah memakan Aflatoxin ini. Aflatoxin boleh menyebabkan keracunan kepada manusia. Kajian menunjukkan Aflatoxin mampu menyebabkan barah hati ( hepatoma ) kepada tikus. Sedari itu, elakkan menyimpan bijirin yang berkanji pada jangka masa yang lama. Simpan bijirin atau jenis makanan ini di tempat kering dan terang. Elakkan membuat bekalan dengan menyimpan jenis makanan ini terlalu lama sehingga berbulan-bulan!
Nota: Sekiranya terdapat kesalahan, dipohon tuan/puan yang lebih arif membetulkan penulisan ini.
http://www.scribd.com/doc/47002680/Mikotoksikosis
Kesan buruk Aflatoksin dan kulat lain:
Aflatoksin
berasal dari singkatan Aspergillus flavus
toxin. Aflatoxin dihasilkan oleh jamur aspergillus flavus, A. paracitikus dan Penicillium puberulum, bersifat
sangat beracun dan karsinogenik. Jenis jamur ini banyak terdapat di mana-mana sehingga dapat
mudah mencemari tanaman di tempat manapun. Namun, produksi aflatoxin
tergantung pada faktor iklim saat tanaman tertentu tumbuh dan disimpan sebagai
bahan baku ransum. Di daerah tropis dan subtropis, resiko pencemaran Mikotoksin
pada tanaman selalu
lebih tinggi karena iklim tropika mempunyai kadar air dan
kelembapan yang relatif tinggi. Jamur ini memerlukan suhu 36, 2-37, 8 darjah C dan kelembaban relatif
80-85% untuk pertumbuhan optimal dan memproduksi racun. Toksin ini
pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus
flavus yang berhasil diisolasi
pada tahun 1960.
A.
flavus sebagai penghasil utama aflatoksin
umumnya hanya memproduksi aflatoksin B 1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) sedangkan A. parasiticus menghasilkan AFB 1, AFB 2,
AFG 1, dan AFG 2.
A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran
suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-120 C sampai 42-43 0◦C dengan suhu
optimum 320-330 C dan pH optimum 6.
Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB 1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A.
Selain itu,
aflatoksin juga bersifat
immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering
ditemukan pada produk- produk pertanian dan hasil olahan (Muhilal dan Karyadi,
1985, Agus et al., 1999).
Selain itu, residu aflatoksin dan
metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu (Bahri et al .,
1995), telur (Maryam
et al ., 1994), dan daging ayam (Maryam, 1996). Sudjadi et al (1999)
melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pesakit (66 orang pria dan 15 orang
wanita) menderita kanser hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng,
bumbu kacang, kicap dan ikan masin.
AFB 1 , AFG 1, dan AFM 1 terdapat pada contoh
hati dari 58% pesakit tersebut dengan kepekatan di atas 400 µg/kg. Perubahan
patologi anatomi yang dapat diakibatkan oleh aflatoksin adalah: hati dan limpa membesar, radang dan bengkak pada duodenum
(usus kecil). Hati kelihatan pucat akibat penimbunan lemak dan
perdarahan berbentuk titik-titik. Jaringan limfoid (bursa Fabricius dantymus) mengecil. Ginjal dan kantung hempedu
biasanya membesar dan terjadi perdarahan usus. Lemak pada ampela dan
lemak tubuh yang lain berlebihan. Pada kasus kronis kronis, hati mengecil,
keras dan terdapat nodula berisi getah hempedu.
Okratoksin dihasilkan
oleh jamur Aspergillus ocharceceous dan Penicillin viridikatum. Jenis jamur Aspergillus menghasilkan ochratoxin hanya pada
kadar kelembaban relatif dan suhu yang tinggi,
sedangkan species Penicillium tertentu dapat menghasilkan ochratoxin pada suhu
yang lebih rendah, bahkan pada suhu 5 darjah C. Ada berbagai jenis ochratoxin, iaitu
: Ochratoxin A, Ochratoxin B, Methylester Ochratoxin dan Ochratoxin C. Ochratoxin
A yang paling banyak ditemukan karena stabil ( tidak musnah pada suhu tinggi ) terhadap
perubahan suhu dan sangat beracun. Okratoksin,
terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal
pada manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat karsinogenik. Okratoksin A
ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus ochraceus.
Secara alami A.ochraceus terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian,
kacang-kacangan dan buah-buahan. Selain A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum (Kuiper-Goodman,
1996) yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang
(temperate), seperti pada gandum di eropah bagian utara. P.viridicatum tumbuh pada suhu antara 0 – 310 C
dengan suhu optimal pada 200 C dan pH optimum
6 – 7. A. ochraceus tumbuh pada suhu antara 8 – 370C. Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A
(OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA adalah yang paling toksik
dan paling banyak ditemukan di alam. Hal penting yang berkaitan dengan
perdagangan komoditas kopi di pasar internasional adalah bahawa sebagian besar negara pengimpor/ konsumen kopi mensyaratkan
kadar OA yang sangat rendah atau bebas OA. Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan pada berbagai
produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena OA bersifat larut
dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang berlemak.
Manusia dapat terdedah OA melalui produk ternak yang dimakan. Perubahan
patologi anatomi yang dapat disebabkan oleh Okratoksin adalah ditemukan hati membesar, warna pucat disertai perdarahan.
Ginjal pucat dan peradangan usus. Pada kes akut, ginjal mengalami nephrosis.
Ginjal akan nampak sangat bengkak, berwarna pucat, ditandai dengan
penumpukan deposit urea dalam ureter. Kadang-kadang deposit juga terlihat pada
provetriculus, hati dan usus kecil. Pada kes kronik, racun menurunkan fungsi tubuh
yang berkenaan dengan fungsi ginjal, namun tidak ada luka yang terlihat.
Ochratoxin A menimbulkan mengurangkan sistem
kekebalan tubuh ( imunosupresi) sehingga kekebalan sel humoral terganggu.
Zearalenon
adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum, F. tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20 – 250 C
dan kelembaban 40–60%. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962. Mikotoksin ini
cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi. Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, di
antaranya α-zearalenol yang memiliki
aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa turunan
lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3-hidroksizearalenon,
7-dehidrozearalenon, dan 5-formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar dengan
zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan bijirin lainnya.
Zearalenone lazim terdapat dalam jagung dan
sorgum.Dampak merugikan pada unggas
adalah penurunan puncak produksi, namun tidak berpengaruh terhadap kesuburan dan
daya tetas telur. Gejala umum yang terjadi adalah ascites, kista oviduk dengan
material fibrinous. Mikotoksin golongan trikotesena dihasilkan oleh kapang Fusarium spp., Trichoderma, Myrothecium , Trichothecium dan Stachybotrys . Mikotoksin golongan ini dicirikan dengan adanya inti terpen pada senyawa tersebut. Toksin yang dihasilkan oleh
kapang-kapang tersebut diantaranya adalah toksin T-2 yang merupakan jenis
trikotesena paling toksik. Toksin ini menyebabkan iritasi kulit dan juga
diketahui
bersifat teratogenic. Selain toksin T-2, trikotesena lainnya seperti deoksinivalenol, nivalenol dapat
menyebabkan emesis danmuntah-muntah (Ueno et al ., 1972 dalam Sinha,
1993).
Gejala umum yang
disebabkan oleh Trikotesena adalah pertumbuhan terhambat, kemurungan dan cirit berdarah. Necrosis mucosa mulut
merupakan gejala yang paling sering terjadi. Luka pada mulut
berwarna putih sampai krem, borok biasa terlihat pada tepi lidah dan sepanjang sisi dalam bagian atas dan bawah paruh.
Perubahan patologi anatomi, terlihat mukosa gastrointestinal kemerah-merahan,
hati bengkak berisi getah hempedu dan berwarna burik, limpa mengecil
dengan perdarahan visceral.
Fumonisin termasuk kelompok toksin
fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium
spp., terutama F.
moniliforme dan F. proliferatum
. Mikotoksin ini relatif baru
diketahui dan pertama kali diisolasi dari
F. moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al ., 1988). Selain F. moniliforme dan F. proliferatum , terdapat pula kapang lain yang juga mampumemproduksi fumonisin,
yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F.
napiforme.
F.
moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5
– 27,50C dengan suhumaksimum
32 - 370C. Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia,terutama negara beriklim tropis dan sub tropis.
Komoditas pertanian yang sering dicemarikapang ini adalah jagung,
gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya.Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu
Fumonisin B 1 (FB1), FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC 2, FP1, FP 2 dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut,
FB 1 mempunyai toksisitas yang dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB 1 dan FB2
banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan
FB1 juga ditemukan pada beras
yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
Keberadaan kapang penghasil fumonisin dan
kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama jagung di Indonesia
telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi(1996), Ali et al ., 1998 dan Maryam (2000b).
Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia belum mendapat perhatian
di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai mengingat mikotoksin ini
banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat meningkatkan keracunan
kedua mikotoksin tersebut (Maryam, 2000a). Kelompok
Mikotoksin ini dihasilkan oleh Penicillium citrinum dan spesies Penicillium
lainnya yang bersifat nephrotoxic. Unggas yang terserang akan mengguna air minum secara berlebihan sehingga menyebabkan cirit
birit. Gejala akan menghilang jika ransum diganti dan kelompok unggas
tersebut kembali normal dalam 8-10 jam. Tidak ada luka yang muncul selain pembesaran ginjal. Citrinin tidak
mempengaruhi kekebalan cellular dan humoral.
Penularan penyakit dapat terjadi karena ternak mengkonsumsi ransum atau litter
kandang yang tercemar Mikotoksin. Jamur dan racun yang dihasilkannya tersebar
sat biji- bijian yang rusak karena
jamur dicampur dengan bahan penyusun ransum yang lain.
C. DIAGNOSA LABORATORIUM DAN DIAGNOSA BANDING
Identifikasi dan kuantifikasi mikotoksin . Teknik analisa
mikotoksin meliputi :
·
Chromatography
·
Spectrometry
·
Pemeriksaan monoclonal
antibody
·
Enzymed-Linked
Immunosorbent Assay (ELISA) untuk deteksi aflatoxin.
Sedangkan untuk Mikotoksin yang lain kita belum tersedia.
Pencegahan:
Aflatoxin tetap berbahaya dan tidak rusak oleh suhu
tinggi dan pemanasan. Oleh karena
itu, prinsip pencegahan lebih baik dari pada pengobatan tepat untuk diterapkan
pada kes keracunan aflatoxin. Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghambat
tumbuhnya jamur adalah pengeringan bahan baku
ransuk/ransum pada kadar air maximal 12% dan kelembaban maksimal
65%, penyimpanan bahan baku ransum / ransum di tempat yang kering dan
diberi alas, penyemprotan 0,25% asam propionat atau asam asetat atau
penyemrotan 2% NaOH atau 2,5% CaOH 2. Selain
pada bahan baku ransum / ransum, tempat minum dan tempat ransum perlu dicuci dan direndam dengan
desinfektan yang mengandung senyawa iodine, diantaranya Antisep atau Neo
Antisep. Deteksi dini pada ransum yang tercemar dapat mencegah pencemaran
sampai tingkat yang lebih besar. Saat truck
ransum datang, lakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap ransum dan lakukan
desinfeksi truck. Pencemaran aflatoxin biasanya di temukan pada sejumlah kecil ransum. Jika pencemaran ini
diketahui sejak awal, maka pemisahan secara fisik ransum yang tercemar dapat dilakukan secara efektif. Namun jika
ransum tersebar di mana-mana, cara ini
sulit dilakukan. Mikotoksin, khususnya aflatoxin dapat diikat dan dinyahaktifkan dengan penambahan hidrated sodium
calsium alumino silicate (HSCAS) sebanyak 1,5-5 kg/ton ransum. Pengobatan
: Mikotoksikosis biasanya tidak dapat disembuhkan. Pengobatan terhadap gejala
yang muncul untuk meningkatkan daya tahan
tubuh merupakan satu-satunya penanganan yang dapat dilakukan. Untuk tujuan tersebut, asam amino berikatan belerang
dapat mendektosifikasi organisme yang berupaya
menghasilkan racun. Kelompok Vitamin B, Vitamin E, selenium dan
antioksidan dapat digunakan untuk menurunkan proses peroksidasi lemak. Selain itu, terdapat banyak preparat yang
tersedia secara komersial yang mempermudah dekomposisi dan detoksifikasi
Mikotoksin. Preparat ini biasanya mengandung enzim
yang berasal dari kapang dan bakteri, adsorbent, campuran vitamin dan
antioksidan. Pemberian jamur saccharomyces cerevisiae dilaporkan efektif
menurunkan tingkat keparahan aflatoxin pada ayam. Kultur kapang mempunyai
kemampuan mengikat aflatoxin dan membuat aflatoxin tidak dapat diserap
oleh saluran pencernaan ternak.
Kesimpulan
Mikotoksin berarti toksin yang dihasilkan oleh jamur.
Mikotoksikosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh
toksin yang dihasilkan oleh jamur yang termakan bersama-sama bahan pakan yang tercemar jamur. Jenis–jenis mikotoksin
yaitu Aflatoxin,
Ochratoxin, Trichothecen, Zearalenone dan Citrinin. Mikotoksikosis dapat terjadi karena adanya rantai
makanan yang saling berkaitan, dimana pemaparan mikotoksin ke dalam tubuh
terjadi karena konsumsi bahan pangan yang sudah tercemar (efek primer)
dan konsumsi produk hewani (efek sekunder). Dari begitu banyaknya jenis
mikotoksin yang telah ditemukan, aflatoksin merupakan mikotoksin
yang paling banyak dijumpai di alam terutama di negara beriklim tropis, dan mempunyai
toksisitas yang
lebih tinggi dari mikotoksin lainnya. Namun, toksisitas mikotoksin tergantung beberapa faktor seperti dos,
rute pemaparan, lamanya pemaparan, spesies, umur, jenis kelamin, status
fisiologis (kesehatan dan gizi), serta adanya efek sinergis dari berbagai
mikotoksin dalam makanan. Umumnya mikotoksin
bersifat kumulatif, sehingga efeknya tidak dapat dirasakan dalam waktu cepat
dan sulit dibuktikan secara etiologi. Masalah lainnya, kontaminasi pada makanan
tidak dapat terlihat sehingga tidak mudah untuk mengindikasi suatu makanan
telah tercemar mikotoksin kecuali dengan melakukan analisa makmal.
http://doktersehat.com/muntah-dara/
SIROSIS
HATI
Kes
tersebut di atas merupakan komplikasi akibat kerusakan organ hati. Organ hati
sebagian besar sudah tidak berfungsi normal. Jaringan hati sudah berubah sifat.
Bukan lagi jaringan hati normal, melainkan menjadi jaringan ikat, disebut
sirosis.
Penyebab
sirosis harus diketahui melalui pemeriksaan makmal, perlu dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi (PA) untuk melihat jenis jaringan hati seperti apa persisnya.
Dokter perlu mengambil serpihan jaringan dengan jarum khusus untuk diperiksa
(biopsi hati).
Sirosis
merupakan kondisi terakhir kerusakan hati oleh penyebab yang beragam. Mulai
dari kelainan hati, bawaan lahir, penyakit infeksi hati (hepatitis), keracunan
obat hingga keracunan bahan pharmacy online aflatoxin ( kacang-kacangan,
umbi-umbian busuk ) dan alkoholik (peminum alkohol berat).
Dari
riwayat orang yang mengidap sirosis akan terungkap apa penyebabnya. Sebagai
contohnya, peminum jamu rumahan dulu terkena kerusakan hati oleh aflatoxin karena
bahan baku pembuat jamunya busuk, Kacang tanah kita pernah ditolak Jepang
karena berjamur.
Cara
simpan bahan kacang-kacangan, umbi-umbian, padi-padian yang tidak benar, akan
menumbuhkan jamur khusus yang memproduksi aflatoxin. Karena itu kalau makan kacang
terasa busuk, jangan teruskan menelannya.
Jamu dari
bahan tercemar jamur umumnya berubah rasanya. Bertahun-tahun tubuh tercemar
aflatoxin akan merusak hati.
Ternyata fakta membuktikan orang yang muntah darah tadi mengaku rajin minum jamu rumahan sejak mudanya. Ia cenderung memilih jamu Korea dan Cina. Sangat bisa jadi itu penyebab kenapa hatinya menjadi rusak, dan kini ia didiagnosis sirosis. Sebagian pesakit lain diduga sering meminum alkohol dulunya, hingga menyebabkan ia mengalami sirosis.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Organ
hati paling lewat beradaptasi dengan kerusakan yang dialami. Oleh sebab itu
sebelum sebagian besar organ mengalami kerusakan, keluhan belum terasa dan
gejalanya pun tidak jelas. Sebagian besar pesakit tidak merasakan keluhan
berarti sehubungan dengan organ hatinya yang seolah mendadak rusak. Ada yang
merasa mual-mual seperti sakit maag, kadang saja ada rasa tidak enak di perut
kanan atas seperti perasaan mengganjal.
Yang
lebih mengherankan tidak ada petunjuk nyata kalau sebetulnya sejak
bertahun-tahun lalu, mungkin lebih dari 10 tahun, hati sudah tidak normal.
Semua orang kadang menyalahkan mengapa hati sampai rusak begitu, tidak cepat
disedari. Sudah sampai muntah darah, baru tahu kalau ada yang tidak beres.
Dan
memang seperti itu kondisi kebanyakan orang yang mengalami kerusakan hati. Selagi
masih ringan dan baru tahap permulaan tidak ada keluhan, apalagi gejala nyata.
Mungkin mirip sakit maag. Keluhan maag biasanya diabaikan karena dianggap
enteng. Oleh karena itu segeralah melakukan pemeriksaan makmal.
Dengan
membaca fungsi hati dari darah akan terungkap sudah seperti apa kondisi hati.
SGPT dan SGOT yang meninggi menggambarkan kondisi fungsi hati bermasalah. Apabila
Dokter mencurigai ada yang tidak beres dengan hati, perlu ditindak lanjuti
pemeriksaan lab hati yang menjurus, misal GAMMA-GT dan ALPHA-FETO PROTEIN.
Bila hasil keduanya positif, lebih memastikan kemungkinan sirosis, walau kemungkinan kanser belum bisa disingkirkan. Kepastian hanya bisa terungkap dari hasil biopsi dan melihat patologi anatomi jaringan yang diambil dari hati.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.