Isnin, 14 November 2011

Kesan Racun Aflatoxin


Aflatoxin

Aflatoxin adalah sejenis racun (mikotoksin) yang dikeluarkan oleh kulat Aspergillus Flavus. Selalunya kulat Aspergillus Flavus boleh tumbuh pada kacang pea, kacang tanah dan jagung yang disimpan lama. Namun demikian, ia boleh juga tumbuh pada bijirin seperti beras, gandum, barli, tepung dsbnya yang terlalu lama disimpan di tempat gelap dan lembap. Jika tuan menyimpan biji aprikot terlalu lama di tempat yang gelap lagi lembap, ada terdapat kemungkinan kulat Aspergillus Flavus tumbuh. Racun Aflatoxin tidak berwarna, berasa tawar dan stabil pada suhu tinggi (tidak musnah apabila dimasak). Justeru, anda secara tidak sedar telah memakan Aflatoxin ini. Aflatoxin boleh menyebabkan keracunan kepada manusia. Kajian menunjukkan Aflatoxin mampu menyebabkan barah hati ( hepatoma ) kepada tikus. Sedari itu, elakkan menyimpan bijirin yang berkanji pada jangka masa yang lama. Simpan bijirin atau jenis makanan ini di tempat kering dan terang. Elakkan membuat bekalan dengan menyimpan jenis makanan ini terlalu lama sehingga berbulan-bulan!

Nota: Sekiranya terdapat kesalahan, dipohon tuan/puan yang lebih arif membetulkan penulisan ini.




http://www.scribd.com/doc/47002680/Mikotoksikosis
Kesan buruk Aflatoksin dan kulat lain:

Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Aflatoxin dihasilkan oleh jamur aspergillus flavus, A. paracitikus dan Penicillium puberulum, bersifat sangat beracun dan karsinogenik. Jenis jamur ini banyak terdapat di mana-mana sehingga dapat mudah mencemari tanaman di tempat manapun. Namun, produksi aflatoxin tergantung pada faktor iklim saat tanaman tertentu tumbuh dan disimpan sebagai bahan baku ransum. Di daerah tropis dan subtropis, resiko pencemaran Mikotoksin pada tanaman selalu lebih tinggi karena iklim tropika mempunyai kadar air dan kelembapan yang relatif tinggi. Jamur ini memerlukan suhu 36, 2-37, 8 darjah C dan kelembaban relatif 80-85% untuk pertumbuhan optimal dan memproduksi racun. Toksin ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960.

A. flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B 1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) sedangkan A. parasiticus menghasilkan AFB 1, AFB 2, AFG 1, dan AFG 2.

A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-120 C sampai 42-43 0◦C dengan suhu optimum 320-330 C dan pH optimum 6.

Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB 1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A.

Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk- produk pertanian dan hasil olahan (Muhilal dan Karyadi, 1985, Agus et al., 1999).

Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu (Bahri et al ., 1995), telur (Maryam et al ., 1994), dan daging ayam (Maryam, 1996). Sudjadi et al (1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pesakit (66 orang pria dan 15 orang wanita) menderita kanser hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kicap dan ikan masin.
AFB 1 , AFG 1, dan AFM 1 terdapat pada contoh hati dari 58% pesakit tersebut dengan kepekatan di atas 400 µg/kg. Perubahan patologi anatomi yang dapat diakibatkan oleh aflatoksin adalah: hati dan limpa membesar, radang dan bengkak pada duodenum (usus kecil). Hati kelihatan pucat akibat penimbunan lemak dan perdarahan berbentuk titik-titik. Jaringan limfoid (bursa Fabricius dantymus) mengecil. Ginjal dan kantung hempedu biasanya membesar dan terjadi perdarahan usus. Lemak pada ampela dan lemak tubuh yang lain berlebihan. Pada kasus kronis kronis, hati mengecil, keras dan terdapat nodula berisi getah hempedu.

Okratoksin dihasilkan oleh jamur Aspergillus ocharceceous dan Penicillin viridikatum. Jenis jamur Aspergillus menghasilkan ochratoxin hanya pada kadar kelembaban relatif dan suhu yang tinggi, sedangkan species Penicillium tertentu dapat menghasilkan ochratoxin pada suhu yang lebih rendah, bahkan pada suhu 5 darjah C. Ada berbagai jenis ochratoxin, iaitu : Ochratoxin A, Ochratoxin B, Methylester Ochratoxin dan Ochratoxin C. Ochratoxin A yang paling banyak ditemukan karena stabil ( tidak musnah pada suhu tinggi ) terhadap perubahan suhu dan sangat beracun. Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal pada manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat karsinogenik. Okratoksin A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus ochraceus. Secara alami A.ochraceus terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. Selain A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum (Kuiper-Goodman, 1996) yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang (temperate), seperti pada gandum di eropah bagian utara. P.viridicatum  tumbuh pada suhu antara 0 – 310 C dengan suhu optimal pada 200 C dan pH optimum 6 – 7. A. ochraceus tumbuh pada suhu antara 8 – 370C. Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam. Hal penting yang berkaitan dengan perdagangan komoditas kopi di pasar internasional adalah bahawa sebagian besar negara pengimpor/ konsumen kopi mensyaratkan kadar OA yang sangat rendah atau bebas OA. Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan pada berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena OA bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang berlemak. Manusia dapat terdedah OA melalui produk ternak yang dimakan. Perubahan patologi anatomi yang dapat disebabkan oleh Okratoksin adalah ditemukan hati membesar, warna pucat disertai perdarahan. Ginjal pucat dan peradangan usus. Pada kes akut, ginjal mengalami nephrosis. Ginjal akan nampak sangat bengkak, berwarna pucat, ditandai dengan penumpukan deposit urea dalam ureter. Kadang-kadang deposit juga terlihat pada provetriculus, hati dan usus kecil. Pada kes kronik, racun menurunkan fungsi tubuh yang berkenaan dengan fungsi ginjal, namun tidak ada luka yang terlihat. Ochratoxin A menimbulkan mengurangkan sistem kekebalan tubuh ( imunosupresi) sehingga kekebalan sel humoral terganggu.

Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum, F. tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20 – 250 C dan kelembaban 40–60%. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi. Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, di antaranya α-zearalenol yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3-hidroksizearalenon, 7-dehidrozearalenon, dan 5-formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar dengan zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan bijirin lainnya. Zearalenone lazim terdapat dalam jagung dan sorgum.Dampak merugikan pada unggas adalah penurunan puncak produksi, namun tidak berpengaruh terhadap kesuburan dan daya tetas telur. Gejala umum yang terjadi adalah ascites, kista oviduk dengan material fibrinous. Mikotoksin golongan trikotesena dihasilkan oleh kapang Fusarium spp., Trichoderma, Myrothecium , Trichothecium dan Stachybotrys . Mikotoksin golongan ini dicirikan dengan adanya inti terpen pada senyawa tersebut. Toksin yang dihasilkan oleh kapang-kapang tersebut diantaranya adalah toksin T-2 yang merupakan jenis trikotesena paling toksik. Toksin ini menyebabkan iritasi kulit dan juga diketahui bersifat teratogenic. Selain toksin T-2, trikotesena lainnya seperti deoksinivalenol, nivalenol dapat menyebabkan emesis danmuntah-muntah (Ueno et al ., 1972 dalam Sinha, 1993).

Gejala umum yang disebabkan oleh Trikotesena adalah pertumbuhan terhambat, kemurungan dan cirit berdarah. Necrosis mucosa mulut merupakan gejala yang paling sering terjadi. Luka pada mulut berwarna putih sampai krem, borok biasa terlihat pada tepi lidah dan sepanjang sisi dalam bagian atas dan bawah paruh. Perubahan patologi anatomi, terlihat mukosa gastrointestinal kemerah-merahan, hati bengkak berisi getah hempedu dan berwarna burik, limpa mengecil dengan perdarahan visceral.

Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium spp., terutama   F. moniliforme dan F. proliferatum
. Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan pertama kali diisolasi dari
F. moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al ., 1988). Selain F. moniliforme dan F. proliferatum , terdapat pula kapang lain yang juga mampumemproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme.

F. moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5 – 27,50C dengan suhumaksimum 32 - 370C. Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia,terutama negara beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas pertanian yang sering dicemarikapang ini adalah jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya.Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B 1 (FB1), FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC 2, FP1, FP 2 dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut, FB 1 mempunyai toksisitas yang dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB 1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1 juga ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum. Keberadaan kapang penghasil fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama jagung di Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi(1996), Ali et al ., 1998 dan Maryam (2000b). Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia belum mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai mengingat mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat meningkatkan keracunan kedua mikotoksin tersebut (Maryam, 2000a). Kelompok Mikotoksin ini dihasilkan oleh Penicillium citrinum dan spesies Penicillium lainnya yang bersifat nephrotoxic. Unggas yang terserang akan mengguna air minum secara berlebihan sehingga menyebabkan cirit birit. Gejala akan menghilang jika ransum diganti dan kelompok unggas tersebut kembali normal dalam 8-10 jam. Tidak ada luka yang muncul selain pembesaran ginjal. Citrinin tidak mempengaruhi kekebalan cellular dan humoral. Penularan penyakit dapat terjadi karena ternak mengkonsumsi ransum atau litter kandang yang tercemar Mikotoksin. Jamur dan racun yang dihasilkannya tersebar sat biji- bijian yang rusak karena jamur dicampur dengan bahan penyusun ransum yang lain.

C. DIAGNOSA LABORATORIUM DAN DIAGNOSA BANDING
Identifikasi dan kuantifikasi mikotoksin . Teknik analisa mikotoksin meliputi :

·        Chromatography
·        Spectrometry
·        Pemeriksaan monoclonal antibody
·        Enzymed-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk deteksi aflatoxin.

Sedangkan untuk Mikotoksin yang lain kita belum tersedia.

Pencegahan:
Aflatoxin tetap berbahaya dan tidak rusak oleh suhu tinggi dan pemanasan. Oleh karena itu, prinsip pencegahan lebih baik dari pada pengobatan tepat untuk diterapkan pada kes keracunan aflatoxin. Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghambat tumbuhnya jamur adalah pengeringan bahan baku ransuk/ransum pada kadar air maximal 12% dan kelembaban maksimal 65%, penyimpanan bahan baku ransum / ransum di tempat yang kering dan diberi alas, penyemprotan 0,25% asam propionat atau asam asetat atau penyemrotan 2% NaOH atau 2,5% CaOH 2. Selain pada bahan baku ransum / ransum, tempat minum dan tempat ransum perlu dicuci dan direndam dengan desinfektan yang mengandung senyawa iodine, diantaranya Antisep atau Neo Antisep. Deteksi dini pada ransum yang tercemar dapat mencegah pencemaran sampai tingkat yang lebih besar. Saat truck ransum datang, lakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap ransum dan lakukan desinfeksi truck. Pencemaran aflatoxin biasanya di temukan pada sejumlah kecil ransum. Jika pencemaran ini diketahui sejak awal, maka pemisahan secara fisik ransum yang tercemar dapat dilakukan secara efektif. Namun jika ransum tersebar di mana-mana, cara ini sulit dilakukan. Mikotoksin, khususnya aflatoxin dapat diikat dan dinyahaktifkan dengan penambahan hidrated sodium calsium alumino silicate (HSCAS) sebanyak 1,5-5 kg/ton ransum. Pengobatan : Mikotoksikosis biasanya tidak dapat disembuhkan. Pengobatan terhadap gejala yang muncul untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan satu-satunya penanganan yang dapat dilakukan. Untuk tujuan tersebut, asam amino berikatan belerang dapat mendektosifikasi organisme yang berupaya menghasilkan racun. Kelompok Vitamin B, Vitamin E, selenium dan antioksidan dapat digunakan untuk menurunkan proses peroksidasi lemak. Selain itu, terdapat banyak preparat yang tersedia secara komersial yang mempermudah dekomposisi dan detoksifikasi Mikotoksin. Preparat ini biasanya mengandung enzim yang berasal dari kapang dan bakteri, adsorbent, campuran vitamin dan antioksidan. Pemberian jamur saccharomyces cerevisiae dilaporkan efektif menurunkan tingkat keparahan aflatoxin pada ayam. Kultur kapang mempunyai kemampuan mengikat aflatoxin dan membuat aflatoxin tidak dapat diserap oleh saluran pencernaan ternak.

Kesimpulan
Mikotoksin berarti toksin yang dihasilkan oleh jamur. Mikotoksikosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh jamur yang termakan bersama-sama bahan pakan yang tercemar jamur. Jenis–jenis mikotoksin yaitu Aflatoxin, Ochratoxin, Trichothecen, Zearalenone dan Citrinin. Mikotoksikosis dapat terjadi karena adanya rantai makanan yang saling berkaitan, dimana pemaparan mikotoksin ke dalam tubuh terjadi karena konsumsi bahan pangan yang sudah tercemar (efek primer) dan konsumsi produk hewani (efek sekunder). Dari begitu banyaknya jenis mikotoksin yang telah ditemukan, aflatoksin merupakan mikotoksin yang paling banyak dijumpai di alam terutama di negara beriklim tropis, dan mempunyai toksisitas yang lebih tinggi dari mikotoksin lainnya. Namun, toksisitas mikotoksin tergantung beberapa faktor seperti dos, rute pemaparan, lamanya pemaparan, spesies, umur, jenis kelamin, status fisiologis (kesehatan dan gizi), serta adanya efek sinergis dari berbagai mikotoksin dalam makanan. Umumnya mikotoksin bersifat kumulatif, sehingga efeknya tidak dapat dirasakan dalam waktu cepat dan sulit dibuktikan secara etiologi. Masalah lainnya, kontaminasi pada makanan tidak dapat terlihat sehingga tidak mudah untuk mengindikasi suatu makanan telah tercemar mikotoksin kecuali dengan melakukan analisa makmal.

http://doktersehat.com/muntah-dara/

SIROSIS HATI

Kes tersebut di atas merupakan komplikasi akibat kerusakan organ hati. Organ hati sebagian besar sudah tidak berfungsi normal. Jaringan hati sudah berubah sifat. Bukan lagi jaringan hati normal, melainkan menjadi jaringan ikat, disebut sirosis.

Penyebab sirosis harus diketahui melalui pemeriksaan makmal, perlu dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA) untuk melihat jenis jaringan hati seperti apa persisnya. Dokter perlu mengambil serpihan jaringan dengan jarum khusus untuk diperiksa (biopsi hati).

Sirosis merupakan kondisi terakhir kerusakan hati oleh penyebab yang beragam. Mulai dari kelainan hati, bawaan lahir, penyakit infeksi hati (hepatitis), keracunan obat hingga keracunan bahan pharmacy online aflatoxin ( kacang-kacangan, umbi-umbian busuk ) dan alkoholik (peminum alkohol berat).

Dari riwayat orang yang mengidap sirosis akan terungkap apa penyebabnya. Sebagai contohnya, peminum jamu rumahan dulu terkena kerusakan hati oleh aflatoxin karena bahan baku pembuat jamunya busuk, Kacang tanah kita pernah ditolak Jepang karena berjamur.

Cara simpan bahan kacang-kacangan, umbi-umbian, padi-padian yang tidak benar, akan menumbuhkan jamur khusus yang memproduksi aflatoxin. Karena itu kalau makan kacang terasa busuk, jangan teruskan menelannya.
Jamu dari bahan tercemar jamur umumnya berubah rasanya. Bertahun-tahun tubuh tercemar aflatoxin akan merusak hati.

Ternyata fakta membuktikan orang yang muntah darah tadi mengaku rajin minum jamu rumahan sejak mudanya. Ia cenderung memilih jamu Korea dan Cina. Sangat bisa jadi itu penyebab kenapa hatinya menjadi rusak, dan kini ia didiagnosis sirosis. Sebagian pesakit lain diduga sering meminum alkohol dulunya, hingga menyebabkan ia mengalami sirosis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Organ hati paling lewat beradaptasi dengan kerusakan yang dialami. Oleh sebab itu sebelum sebagian besar organ mengalami kerusakan, keluhan belum terasa dan gejalanya pun tidak jelas. Sebagian besar pesakit tidak merasakan keluhan berarti sehubungan dengan organ hatinya yang seolah mendadak rusak. Ada yang merasa mual-mual seperti sakit maag, kadang saja ada rasa tidak enak di perut kanan atas seperti perasaan mengganjal.
Yang lebih mengherankan tidak ada petunjuk nyata kalau sebetulnya sejak bertahun-tahun lalu, mungkin lebih dari 10 tahun, hati sudah tidak normal. Semua orang kadang menyalahkan mengapa hati sampai rusak begitu, tidak cepat disedari. Sudah sampai muntah darah, baru tahu kalau ada yang tidak beres.

Dan memang seperti itu kondisi kebanyakan orang yang mengalami kerusakan hati. Selagi masih ringan dan baru tahap permulaan tidak ada keluhan, apalagi gejala nyata. Mungkin mirip sakit maag. Keluhan maag biasanya diabaikan karena dianggap enteng. Oleh karena itu segeralah melakukan pemeriksaan makmal.

Dengan membaca fungsi hati dari darah akan terungkap sudah seperti apa kondisi hati. SGPT dan SGOT yang meninggi menggambarkan kondisi fungsi hati bermasalah. Apabila Dokter mencurigai ada yang tidak beres dengan hati, perlu ditindak lanjuti pemeriksaan lab hati yang menjurus, misal GAMMA-GT dan ALPHA-FETO PROTEIN.

Bila hasil keduanya positif, lebih memastikan kemungkinan sirosis, walau kemungkinan kanser belum bisa disingkirkan. Kepastian hanya bisa terungkap dari hasil biopsi dan melihat patologi anatomi jaringan yang diambil dari hati.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.